MENTERI DALAM NEGERI
REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 33 TAHUN 2012
TENTANG
PEDOMAN PENDAFTARAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN
DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN DALAM NEGERI
DAN PEMERINTAH DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang
|
:
|
a.
|
bahwa dalam rangka menciptakan tertib administrasi
pendaftaran organisasi kemasyarakatan di lingkungan Kementerian Dalam Negeri
dan Pemerintah Daerah, perlu disusun Pedoman Pendaftaran Organisasi Kemasyarakatan di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri
dan Pemerintah Daerah;
|
||
|
|
b.
|
bahwa Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Ruang Lingkup, Tata Cara
Pemberitahuan Kepada Pemerintah Serta Papan Nama dan Lambang Organisasi Kemasyarakatan, sudah tidak
sesuai lagi dengan kebutuhan dan dinamika organisasi kemasyarakatan serta
prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, sehingga perlu diganti;
|
||
|
|
c.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Dalam
Negeri Republik Indonesia tentang Pedoman Pendaftaran Organisasi Kemasyarakatan di
Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah;
|
||
Mengingat
|
:
|
1.
|
Undang Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi
Kemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 44,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3298);
|
||
|
|
2.
|
Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana
telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008
tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
|
||
|
|
3.
|
Undang Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
|
||
|
|
4.
|
Undang Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang
Bendera, Bahasa, Dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5035);
|
||
|
|
5.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1986 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi
Kemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 24,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3331);
|
||
|
|
|
|
||
|
|
|
|
||
Menetapkan
|
:
|
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI
REPUBLIK INDONESIA tentang pedoman PENDAFTARAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN DI
LINGKUNGAN KEMENTERIAN DALAM NEGERI DAN PEMERINTAH DAERAH.
|
|||
|
|
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini,
yang dimaksud dengan:
1.
Organisasi Kemasyarakatan
yang selanjutnya disebut orkemas adalah organisasi yang dibentuk oleh anggota
masyarakat warga Negara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar
kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa, untuk berperan serta dalam pembangunan dalam rangka mencapai
tujuan nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berdasarkan Pancasila.
2.
Pendaftaran adalah proses
pencatatan terhadap keberadaan organisasi kemasyarakatan, di Kementerian
Dalam Negeri, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota berdasarkan
ruang lingkup tugas, fungsi, dan wewenang masing-masing dan diberikan Surat
Keterangan Terdaftar.
3.
Surat Keterangan Terdaftar
yang selanjutnya disingkat SKT adalah surat yang diterbitkan oleh Menteri
Dalam Negeri, Gubernur, Bupati/Walikota yang menerangkan bahwa sebuah
organisasi kemasyarakatan telah tercatat pada administrasi pemerintahan
sesuai dengan tahapan dan persyaratan.
4.
Pemerintah Daerah adalah
gubernur, bupati/walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
daerah.
5.
Satuan kerja perangkat
daerah, yang selanjutnya disingkat SKPD, adalah perangkat daerah pada
pemerintah daerah.
6.
Anggaran Dasar adalah
peraturan dasar organisasi kemasyarakatan.
7.
Anggaran Rumah Tangga adalah
peraturan yang dibentuk sebagai penjabaran dan/atau pelaksanaan anggaran
dasar organisasi kemasyarakatan.
|
|||
|
|
Pasal 2
(1)
Setiap orkemas wajib mendaftarkan keberadaannya
kepada Kementerian Dalam Negeri dan pemerintah daerah.
(2)
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) adalah orkemas yang didirikan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
BAB II
RUANG LINGKUP ORKEMAS
Pasal 3
Orkemas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 memiliki ruang lingkup:
a.
nasional;
b.
provinsi; atau
c.
kabupaten/kota.
Pasal 4
(1)
Orkemas yang memiliki ruang
lingkup nasional sebagaimana
dimaksud dalam pasal 3 huruf a meliputi:
a. orkemas yang
memiliki kepengurusan dengan struktur berjenjang:
1. orkemas yang keberadaannya paling sedikit 1/2 jumlah provinsi di seluruh
Indonesia; atau
2. gabungan orkemas yang anggotanya terdiri dari beberapa orkemas yang
keberadaannya paling sedikit 1/2 jumlah provinsi di seluruh Indonesia.
b. orkemas yang
memiliki kepengurusan dengan struktur tidak berjenjang:
1.
orkemas yang memiliki potensi atau
jaringan tingkat nasional dan/atau internasional; dan/atau
2.
memiliki kegiatan secara nyata paling
sedikit 1/2 jumlah provinsi di seluruh Indonesia.
(2) Orkemas yang
memiliki ruang lingkup provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b meliputi:
a. orkemas yang
memiliki kepengurusan dengan struktur berjenjang:
1.
orkemas yang keberadaannya paling
sedikit 1/2 jumlah kabupaten/kota dalam
ruang lingkup provinsi; atau
2.
gabungan orkemas yang anggotanya terdiri dari beberapa orkemas yang keberadaanya paling
sedikit 1/2 jumlah kabupaten/kota dalam
ruang lingkup provinsi.
b. orkemas yang memiliki kepengurusan dengan struktur tidak berjenjang:
1.
orkemas yang memiliki potensi atau
jaringan tingkat provinsi; dan/atau
2.
memiliki kegiatan secara nyata paling sedikit
1/2 jumlah kabupaten/kota dalam
ruang lingkup provinsi.
(3)
Orkemas yang memiliki ruang lingkup kabupaten/kota sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 huruf c meliputi:
a. orkemas yang
memiliki kepengurusan dengan struktur berjenjang:
1. orkemas yang
keberadaannya paling sedikit 1/2 jumlah kecamatan dalam ruang
lingkup kabupaten/kota; atau
2. gabungan orkemas yang anggotanya terdiri dari beberapa orkemas yang
keberadaanya paling sedikit 1/2 jumlah kecamatan dalam ruang
lingkup kabupaten/kota.
b. orkemas yang
memiliki kepengurusan dengan struktur tidak berjenjang:
1.
orkemas yang memiliki potensi
atau jaringan tingkat kabupaten/kota; dan/atau
2.
orkemas yang memiliki kegiatan secara nyata paling
sedikit 1/2 jumlah kecamatan dalam ruang
lingkup kabupaten/kota.
(4) Gabungan orkemas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a angka 2,
ayat (2) huruf a angka 2, dan
ayat (3) huruf a angka 2 dapat
berfungsi sebagai wadah berhimpun orkemas,
yang dibentuk dari, oleh dan untuk orkemas.
BAB III
TAHAPAN PENDAFTARAN
Pasal 5
Pendaftaran
orkemas dilakukan oleh pengurus melalui tahapan:
a.
pengajuan permohonan;
b.
penelitian dokumen persyaratan;
c.
penelitian lapangan; dan
d.
penerbitan SKT.
Bagian Kesatu
Pengajuan Permohonan
Pasal 6
(1)
Pengurus orkemas ruang lingkup nasional
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a mengajukan
permohonan pendaftaran kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Kesatuan
Bangsa dan Politik.
(2)
Pengurus orkemas ruang lingkup provinsi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 huruf b
mengajukan permohonan pendaftaran kepada Gubernur melalui Kepala SKPD yang
membidangi urusan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi.
(3)
Pengurus orkemas ruang lingkup
kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c mengajukan permohonan pendaftaran kepada
Bupati/Walikota melalui Kepala SKPD yang membidangi urusan Kesatuan Bangsa
dan Politik Kabupaten/Kota.
Pasal 7
Pengajuan
permohonan pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), dengan surat permohonan
yang ditandatangani oleh Ketua dan/atau Sekretaris atau sebutan lainnya yang sederajat.
Pasal 8
(1)
Permohonan pendaftaran orkemas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7, harus memenuhi persyaratan.
(2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi dokumen kelengkapan orkemas dan formulir isian.
Pasal 9
Dokumen kelengkapan
orkemas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) meliputi:
a.
surat permohonan pendaftaran;
b.
akte pendirian atau statuta orkemas yang disahkan
notaris;
c.
anggaran dasar dan anggaran rumah tangga yang disahkan
notaris;
d.
tujuan dan program kerja organisasi;
e.
surat keputusan tentang susunan pengurus
orkemas secara lengkap yang sah sesuai anggaran dasar dan anggaran rumah
tangga;
f.
biodata pengurus organisasi, yaitu ketua, sekretaris dan bendahara atau sebutan
lainnya;
g.
pas foto pengurus organisasi berwarna, ukuran 4 x 6,
terbaru dalam 3 (tiga) bulan terakhir;
h.
foto copy Kartu Tanda Penduduk pengurus organisasi;
i.
surat keterangan domisili organisasi dari
Kepala Desa/Lurah/Camat atau sebutan lainnya;
j.
Nomor Pokok Wajib Pajak atas nama
organisasi;
k.
foto kantor atau sekretariat orkemas, tampak
depan yang memuat papan nama;
l.
keabsahan kantor atau sekretariat orkemas
dilampiri bukti kepemilikan, atau surat perjanjian kontrak atau ijin pakai
dari pemilik/pengelola;
m. surat pernyataan
kesediaan menertibkan kegiatan, pengurus dan/atau anggota organisasi;
n.
surat pernyataan tidak berafiliasi secara kelembagaan dengan partai
politik yang ditandatangani oleh ketua dan/atau sekretaris atau sebutan
lainnya;
o.
surat pernyataan tidak terjadi konflik
kepengurusan, yang ditandatangani oleh
ketua dan sekretaris atau sebutan lainnya;
p.
surat pernyataan bahwa nama, lambang,
bendera, tanda gambar, simbol, atribut, cap stempel yang digunakan belum
menjadi hak paten dan/atau hak cipta pihak lain, yang ditandatangani ketua
dan sekretaris atau sebutan lainnya;
q.
surat pernyataan bahwa sanggup menyampaikan
laporan perkembangan dan kegiatan orkemas setiap akhir tahun yang ditandatangani ketua dan sekretaris atau sebutan
lainnya;
r.
surat pernyataan bertanggungjawab terhadap
keabsahan keseluruhan isi, data dan informasi dokumen/berkas yang diserahkan dan bersedia
dituntut secara hukum, yang ditandatangani oleh ketua dan sekretaris atau
sebutan lainnya;
s.
rekomendasi dari kementerian agama untuk
orkemas yang memiliki kekhususan bidang keagamaan;
t.
rekomendasi dari kementerian
dan SKPD yang membidangi urusan kebudayaan untuk orkemas
yang memiliki kekhususan bidang kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa;
u.
rekomendasi dari kementerian/lembaga
dan/atau SKPD yang membidangi urusan tenaga kerja untuk orkemas serikat buruh dan serikat pekerja; dan
v.
surat pernyataan kesediaan atau
persetujuan, untuk orkemas yang dalam kepengurusannya mencantumkan nama pejabat
negara, pejabat pemerintahan, dan tokoh masyarakat.
Pasal 10
Permohonan pendaftaran orkemas ditolak apabila dokumen kelengkapan orkemas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, terdapat
antara lain:
a. orkemas tersebut
termasuk organisasi terlarang berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. memiliki asas
organisasi yang bertentangan dengan Pancasila;
c.
tidak sesuai ruang lingkup orkemas;
d.
terjadinya konflik kepengurusan;
e. berafiliasi
secara kelembagaan dengan partai politik atau orkemas sayap partai politik;
f.
nama, lambang, bendera, tanda gambar,
simbol, dan/atau atribut yang mengandung unsur permusuhan, penodaan,
penghinaan, bertentangan dengan norma kesusilaan dan ketertiban umum;
g. menggunakan
nama, lambang, bendera, tanda gambar, atribut, simbol, cap stempel, kop
surat, yang sama atau menyerupai dengan aparatur negara atau lembaga negara
atau instansi pemerintahan atau negara lain atau lembaga/badan internasional
atau organisasi gerakan separatis; dan/atau
h. nama orkemas
yang menggunakan bahasa daerah dan/atau bahasa asing, dan tidak mencantumkan arti nama
dalam bahasa Indonesia.
Bagian Kedua
Penelitian Dokumen
Pasal 11
(1)
Penelitian dokumen pendaftaran
orkemas dilakukan oleh:
a. Petugas peneliti di Kementerian Dalam Negeri; dan
b.
Petugas peneliti di SKPD yang membidangi Urusan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi dan Kabupaten/Kota.
(2) Petugas peneliti
dokumen pendaftaran orkemas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, ditetapkan dengan Keputusan Menteri
yang ditandatangani Direktur Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik.
(3)
Petugas peneliti dokumen pendaftaran orkemas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah.
Pasal 12
Dalam hal
dibutuhkan penelitian dokumen tertentu dapat melibatkan petugas peneliti dari
kementerian/lembaga dan/atau SKPD yang
membidangi urusan sesuai bidang orkemas.
Pasal 13
(1) Petugas memberikan tanda
terima kepada pemohon pendaftaran yang telah memenuhi dokumen kelengkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
(2) Dokumen kelengkapan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diserahkan oleh petugas peneliti dokumen kepada
petugas peneliti lapangan untuk dilakukan penelitian lapangan.
Bagian Ketiga
Penelitian Lapangan
Pasal 14
(1) Penelitian
lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) dilakukan oleh:
a. Petugas peneliti di Kementerian Dalam Negeri; dan
b.
Petugas peneliti di SKPD membidangi Urusan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi dan Kabupaten/Kota.
(2) Petugas peneliti
lapangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, ditetapkan dengan Keputusan Menteri
yang ditandatangani Direktur Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik.
(3) Petugas peneliti
lapangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b ditetapkan dengan Keputusan
Kepala Daerah.
Pasal 15
(1) Petugas
peneliti lapangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14, melakukan
pengujian dokumen
kelengkapan dengan data, informasi, dan
fakta lapangan.
(2) Data, Informasi dan fakta lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berupa saran pertimbangan atau rekomendasi dari unit kerja lainnya atau kementerian/lembaga dan/atau SKPD yang membidangi urusan sesuai bidang orkemas.
Pasal 16
(1) Petugas peneliti
lapangan membuat Berita Acara Hasil Penelitan
Lapangan berdasarkan hasil penelitian lapangan.
(2) Berita Acara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berisi rekomendasi untuk diterbitkan SKT apabila
dokumen kelengkapan sama dengan hasil penelitian lapangan.
(3) Berita
Acara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi rekomendasi untuk
tidak diterbitkan SKT apabila dokumen kelengkapan tidak sama dengan hasil
penelitian lapangan.
Bagian Keempat
Penerbitan SKT
Pasal 17
Berita Acara Hasil Penelitan
Lapangan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) disampaikan oleh Petugas
Peneliti Lapangan kepada pejabat yang berwenang menandatangi SKT.
Pasal 18
Pejabat yang berwenang menandatangani SKT
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 meliputi:
a. Direktur
yang membidangi orkemas atas nama Dirjen Kesatuan Bangsa dan Politik untuk
orkemas lingkup nasional.
b. Kepala SKPD yang
membidangi Urusan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi atas nama gubernur
untuk orkemas lingkup provinsi.
c. Kepala SKPD
membidangi Urusan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten/Kota atas nama Bupati/Walikota
untuk orkemas lingkup kabupaten/kota.
BAB IV
ISI DAN MASA BERLAKU SKT
Pasal 19
Menteri,
Gubernur dan Bupati/Walikota menerbitkan
SKT sekurang-kurangnya memuat:
a.
nomor SKT;
b.
nama organisasi;
c.
tanggal berdiri organisasi;
d.
bidang kegiatan organisasi;
e.
nomor pokok wajib pajak
(NPWP) atas nama organisasi;
f.
alamat organisasi;
g.
masa berlaku SKT;
h.
nama instansi yang
menerbitkan; dan
i.
nama dan tanda tangan pejabat.
Pasal 20
Masa berlaku SKT selama 5 (lima) tahun, terhitung sejak tanggal ditandatangani.
Pasal 21
Format tentang Formulir isian, Surat Pernyataan, Berita Acara Hasil Penelitian Lapangan, SKT dan petunjuk
pengisian SKT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), Pasal 9, Pasal 16
dan Pasal 19 tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini.
BAB V
PERPANJANGAN,
PERUBAHAN, PEMBEKUAN, ATAU PENCABUTAN SKT
Bagian Kesatu
Perpanjangan SKT
Pasal 22
Pengurus orkemas mengajukan permohonan perpanjangan SKT
orkemas melalui tahapan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 untuk SKT orkemas yang
telah berakhir masa berlakunya.
Bagian Kedua
Perubahan SKT
Pasal 23
Menteri, Gubernur dan Bupati/Walikota dapat melakukan perubahan
SKT yang telah diterbitkan.
Pasal 24
(1)
Perubahan SKT sebagaimana dimaksud dalam
pasal 23, dilakukan dalam hal
terjadi perubahan:
a. Nama organisasi;
b.
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) organisasi;
dan/atau
c. Alamat domisili organisasi.
(2)
Perubahan
SKT sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan berdasarkan pengajuan
permohonan perubahan SKT dari pengurus.
(3)
Perubahan SKT sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), tidak mengubah masa berlaku SKT yang telah diterbitkan sebelumnya.
Bagian Ketiga
Pembekuan SKT
Pasal 25
Menteri,
Gubernur dan Bupati/Walikota dapat melakukan Pembekuan SKT dalam hal:
a.
tidak diindahkannya surat
teguran;
b.
penyalahgunaan SKT yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
c.
permintaan tertulis dari
instansi terkait;
d.
pengaduan karena adanya
aktivitas orkemas yang meresahkan masyarakat;
e.
penyimpangan terhadap fungsi
dan tujuan orkemas;
f.
terlibat langsung maupun
tidak langsung dalam kegiatan pencucian uang, separatisme dan terorisme;
g.
kegiatan orkemas yang menimbulkan
ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan terhadap keselamatan negara;
h.
terlibat dalam organisasi
terlarang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
i.
mengganggu ketentraman dan
ketertiban umum serta melanggar norma kesusilaan yang dianut masyarakat;
j.
melakukan tindakan
premanisme, anarkisme, dan tindakan kekerasan lainnya yang bertentangan
dengan peraturan dan perundang-undangan;
k.
merusak fasilitas sosial dan
fasilitas umum;
l.
menyebarluaskan permusuhan
antar suku, agama, ras, dan antar golongan;
m.
menyebarkan ajaran, paham
dan keyakinan yang meresahkan masyarakat, serta penodaan terhadap suku, agama,
ras dan golongan tertentu;
n.
menyebarkan ideologi
marxisme, atheisme, kapitalisme, sosialisme dan ideologi lainnya yang
bertentangan Pancasila dan UUD 1945;
o.
terjadinya penyalahgunaan
dan penyimpangan orkemas untuk kepentingan-kepentingan pribadi atau golongan
yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
p.
terjadi sengketa atau konflik kepengurusan;
q.
penyalahgunaan lambang,
atribut, simbol, dan bendera negara, lembaga negara, dan/atau organisasi
pemerintahan;
r.
memecah belah persatuan dan
kesatuan bangsa;
s.
menerima bantuan asing tanpa
persetujuan Pemerintah, dan/atau memberi bantuan kepada pihak asing yang
merugikan kepentingan bangsa dan negara; dan/atau
t.
merusak hubungan antara
negara Indonesia dengan negara lain.
Pasal 26
(1) Surat teguran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf a, diberikan kepada orkemas karena terjadinya
penyimpangan dan penyalahgunaan SKT dan/atau adanya aktivitas orkemas yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
(2)
Pembekuan SKT orkemas dilakukan
dalam hal tidak diindahkannya surat teguran sebagaimana dimaksud dalam Pasal
25 huruf a, dilakukan setelah
melalui tahapan :
a.
teguran
tertulis pertama;
b.
teguran tertulis kedua; dan
c.
teguran tertulis ketiga.
(3)
Jangka waktu setiap tahapan teguran
tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama 30 (tiga puluh) hari.
Pasal 27
(1) Pembekuan SKT
oleh Menteri, berakibat dibekukannya seluruh SKT yang dimiliki oleh Orkemas.
(2) Pembekuan SKT oleh
Gubernur, berakibat dibekukannya SKT orkemas di provinsi yang bersangkutan
dan dibekukannya seluruh SKT kabupaten/kota yang dimiliki oleh Orkemas dalam
wilayah provinsi yang bersangkutan.
(3) Pembekuan
terhadap SKT oleh Bupati/Walikota berakibat dibekukannya SKT Orkemas di
kabupaten/kota yang bersangkutan.
Pasal 28
SKT yang telah dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dapat diaktifkan kembali oleh pejabat yang melakukan pembekuan SKT setelah memperoleh
saran pertimbangan dari kementerian/lembaga
dan/atau SKPD yang membidangi urusan sesuai bidang orkemas terkait
hal-hal yang menjadi penyebab pembekuan.
Bagian Keempat
Pencabutan SKT
Pasal 29
Menteri,
Gubernur dan Bupati/Walikota dapat melakukan Pencabutan SKT dalam hal:
a.
tidak diindahkannya
pembekuan SKT;
b.
dibubarkannya orkemas oleh
pendiri dan/atau pengurus orkemas sesuai anggaran dasar dan/atau anggaran
rumah tangga;
c.
dibubarkannya orkemas oleh
pengadilan; dan/atau
d.
keberadaan dan kegiatan
orkemas yang bersangkutan secara nyata bertentangan dengan Peraturan
Perundang-Undangan.
Pasal 30
(1)
Pencabutan SKT oleh Menteri, berakibat
dicabutnya seluruh SKT yang dimiliki oleh Orkemas.
(2)
Pencabutan SKT oleh Gubernur, berakibat
dicabutnya SKT orkemas di provinsi yang bersangkutan dan dicabutnya seluruh
SKT kabupaten/kota yang dimiliki oleh Orkemas dalam wilayah provinsi yang
bersangkutan.
(3)
Pencabutan SKT oleh Bupati/Walikota
berakibat dicabutnya SKT orkemas di kabupaten/kota yang bersangkutan.
Pasal 31
SKT orkemas
yang telah dicabut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, tidak dapat diaktifkan
kembali dan dimasukkan dalam daftar organisasi bermasalah.
BAB VI
TIM FASILITASI ORKEMAS
Pasal 32
(1) Menteri, Gubernur dan Bupati/Walikota dapat membentuk Tim Fasilitasi Orkemas untuk mendukung pelaksanaan pendaftaran, pembinaan
dan pengawasan orkemas.
(2) Tim Fasilitasi Orkemas sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) mempunyai tugas:
a. membantu Menteri, Gubernur dan Bupati/Walikota dalam pendataan orkemas;
b membantu Menteri, Gubernur dan Bupati/Walikota dalam membangun hubungan dan komunikasi dengan orkemas;
c. memberikan
data dan informasi terkait dengan keberadaan dan aktivitas orkemas;
d. membantu Menteri, Gubernur dan
Bupati/Walikota dalam melakukan pembinaan dan pengawasan orkemas; dan
e. tugas lainnya yang ditetapkan oleh Menteri, Gubernur
dan Bupati/Walikota.
(3) Untuk meningkatkan kinerja Tim Fasilitasi Orkemas, dibentuk Sekretariat Tim Fasilitasi Orkemas di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota.
Pasal 33
(1) Keanggotaan Tim Fasilitasi
Orkemas Pusat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 32 ayat (3), terdiri dari:
a. unsur Direktorat
Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik;
b. unit
kerja terkait di lingkungan Kementerian Dalam Negeri; dan
c.
dapat melibatkan unsur dari Kementerian/Lembaga terkait sesuai kebutuhan.
(2) Keanggotaan Tim Fasilitasi
Orkemas Provinsi dan
Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 32 ayat (3), terdiri
dari:
a. unsur SKPD yang membidangi urusan kesatuan bangsa dan politik,
b. unsur SKPD terkait lainnya; dan
c.
dapat melibatkan instansi vertikal sesuai
kebutuhan.
Pasal 34
(1) Tim Fasilitasi
Orkemas tingkat pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat
(3) ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Dalam Negeri.
(2) Tim Fasilitasi
Orkemas provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) ditetapkan dengan
Keputusan Kepala Daerah.
BAB VII
PENGEMBANGAN DATABASE ORKEMAS
Pasal 35
(1)
Untuk mendukung pelaksanaan
pendaftaran orkemas, Menteri, Gubernur dan
Bupati/Walikota mengembangkan database orkemas.
(2) Pengembangan
database orkemas sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dalam bentuk manual
maupun sistem komputerisasi.
Pasal 36
(1)
Menteri melalui Direktur Jenderal Kesatuan
Bangsa dan Politik mengintegrasikan database orkemas secara nasional.
(2) Gubernur melalui
Kepala SKPD yang membidangi urusan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi
mengintegrasikan database orkemas di wilayah provinsi.
(3) Bupati/Walikota melalui Kepala SKPD yang membidangi
urusan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten/Kota mengintegrasikan
database orkemas di kabupaten/kota.
BAB VIII
PELAPORAN
Pasal 37
(1) Bupati/Walikota melaporkan pendaftaran orkemas
lingkup kabupaten/kota kepada Gubernur.
(2) Gubernur melaporkan pendaftaran orkemas lingkup provinsi kepada Menteri.
(3) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) dilakukan secara berkala setiap 6
(enam) bulan.
Pasal 38
(1)
Bupati/Walikota melaporkan perpanjangan, perubahan, pembekuan, dan/atau pencabutan SKT kepada Gubernur dengan
tembusan kepada Menteri Dalam Negeri.
(2) Gubernur melaporkan perpanjangan, perubahan, pembekuan, dan/atau pencabutan SKT kepada
Menteri Dalam Negeri dengan tembusan kepada Bupati/Walikota dalam wilayah
kerjanya.
Pasal 39
Laporan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dan Pasal 38 menjadi bahan input Database Orkemas
BAB IX
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 40
(1)
Menteri melalui
Direktur Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik melakukan pembinaan dan
pengawasan pendaftaran orkemas secara nasional.
(2)
Gubernur melalui
Kepala SKPD yang membidangi urusan Kesatuan Bangsa dan Politik provinsi melakukan
pembinaan dan pengawasan pendaftaran orkemas di provinsi dan di
kabupaten/kota di wilayah provinsi.
(3)
Bupati/Walikota
melalui Kepala SKPD yang membidangi urusan Kesatuan Bangsa dan Politik
kabupaten/kota melakukan pembinaan dan pengawasan pendaftaran orkemas di
kabupaten/kota.
Pasal 41
(1) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dilakukan
melalui koordinasi, bimbingan, pendidikan dan pelatihan, supervisi, dan konsultasi dan
pengembangan data base orkemas.
(2) Koordinasi, bimbingan, pendidikan dan pelatihan, supervisi, dan konsultasi dan
pengembangan data base orkemas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara berjenjang.
Pasal 42
(1) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dilakukan
melalui monitoring, pengendalian dan
evaluasi.
(2) Pengawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan secara berjenjang.
BAB X
PENDANAAN
Pasal 43
(1) Pendanaan pendaftaran orkemas di lingkungan Kementerian
Dalam Negeri dibebankan pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara.
(2) Pendanaan pendaftaran orkemas di provinsi dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Provinsi.
(3)
Pendanaan pendaftaran
Orkemas di kabupaten/Kota dibebankan
pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten/Kota.
BAB XI
KETENTUAN
PERALIHAN
Pasal 44
Pada saat Peraturan Menteri
ini mulai berlaku, SKT orkemas yang telah
diterbitkan tetap berlaku sampai dengan berakhir masa berlakunya.
BAB XII
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal 45
Dengan diundangkannya Peraturan Menteri ini, Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1986 tentang Ruang Lingkup, Tata Cara
Pemberitahuan kepada Pemerintah serta Papan Nama dan Lambang Organisasi
kemasyarakatan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 46
Peraturan Menteri ini mulai
berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini
dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
|||
Ditetapkan di Jakarta
|
|||||
pada tanggal 20 April
2012
|
|||||
MENTERI
DALAM NEGERI
|
|||||
REPUBLIK INDONESIA,
|
|||||
ttd
GAMAWAN FAUZI
|
|||||
Diundangkan
di Jakarta
pada
tanggal 23 April 2012
MENTERI
HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
AMIR SYAMSUDIN
BERITA
NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 446
Salinan sesuai dengan aslinya
KEPALA BIRO HUKUM
ttd
ZUDAN ARIF
FAKRULLOH
Pembina Tk.I (IV/b)
NIP. 19690824 199903 1 001
0 komentar:
Posting Komentar