Oleh : Dwi Karyanto / Ketua Forum Komunikasi Serentak Pemuda Krui
Komitmen kepemimpinan di era Otonomi Daerah tak memiliki batas tapi bukan berarti semaunya. Pemimpin dilahirkan dari sebuah proses politik yg bermuara pada Demokrasi bangsa, jelas memiliki warna dan landasan yaitu Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, tetapi masih terlihat gaya gaya pemimpin yg bercorak “Manusia Robot” artinya pemimpin yg ingin menang dan semua ingin agar kelompoknya memegang tampuk kekuasaan, dengan segala taktik termasuk taktik kotor (intrique) sehingga tidak terpikirkan secuilpun dibenak mereka bagaimana membangun, bagaimana menciptakan masyarakat yg damai, adil, aman, makmur dan sejahtera serta demokratis.
Pemimpin memiliki satu penampakan tamak kuasa (gila kuasa) akibatnya pemimpin terlalu mudah mengumbar nafsu , serta akhirnya menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan, walaupun mengakibatkan kerugian dan tidak efisien nya penggunaan anggaran daerah.
Ketika pemimpin terlalu berpikir bagaimana harus mempertahankan kekuasaan tentu rakyat dilihat semu, sementara pemimpin bermakna karena ada rakyat. Tentu penulis bukan berasumsi negatif, tapi ini kenyataan, sangat jarang pemimpin akan memimpin mempersiapkan dirinya dengan segala konsep matang dan tidak pernah berpikir akan minta dipilih lagi, kecuali apabila rakyat yang menghendaki karena penilaian rakyat positif atas kepemimpinanya. Pemimpin harus benar benar membawa perubahan nyata dan berdasarkan kemampuan, tapi bila tidak mampu maka akan lebih baik mengembalikan kekuasaan kepada rakyat, karena rakyatlah yg memiliki kekuasaan (governed or ruled by the people 's)
Pemimpin tidak harus membuat kekacauan manakala ia harus berpihak pada rakyat, tanpa harus memutar balik fakta dan melahirkan kenistaan dan kecurangan demi kepentingan kelompok yang justru akan membuat kehancuran kredibilitas serta membuat sejarah hitam bagi dirinya dan kelompoknya
0 komentar:
Posting Komentar